Poin Brogader : 6198 Total Posan : 1806 Sejak : 24.05.07 Domisili : Balikpapan KorWil : Balikpapan Jabatan : Ang. Forum Thunder :
125
Julukan : 125 aja dah... Sikon : kawin 1 anak Slogan : Orang Bijak Taat Ibadah... Taat Pajak....Taat Berlalulintas
Subyek: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 28.12.07 12:40
GANJA KapanLagi.com - Semua bagian dari tanaman mengandung kanabioid psikoaktif. Tanaman canabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil - kecil dan digulung menjadi rokok disebut joints. Akan mengikat pikiran dan dapat membuat pengguna ketagihan.Bentuk yang paling poten berasal dari tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna coklat-hitam yang berasal dari daun yang disebut hashish atau hash.Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang bisa mempengaruhi suasana hati dan mempengaruhi cara orang tersebut melihat dan mendengar hal-hal disekitarnya.
Ganja Kering dan Rokok Ganja Efek Pemakaian:Dari semua jenis narkoba, ganja dianggap sebagai narkotika yang aman dibandingkan dengan putaw atau sabu. Namun pada kenyataanya sebagian besar pecandu narkoba bermula dengan mencoba ganja. Ganja mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, bahkan seringkali para pengguna ganja akan mencari obat-obatan yang lebih keras dan lebih mematikan. Pemakai ganja mudah kehilangan konsentrasi,denyut nadi cenderung meningkat, keseimbangan dan koordinasi tubuh menjadi buruk, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan dan berhalusinasi.
Rotor PELTU KOSTER
Poin Brogader : 6258 Total Posan : 385 Sejak : 18.06.07 Domisili : Jakarta Timur KorWil : Bejat NRA : 018 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : Black Supermoto Sikon : Married Hobi : Kuliner Slogan : Be Your Self
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 28.12.07 14:45
GRANAT = Gerakan Anti Narkotika
Selamat kan Generasi Muda Demi Negeri Tercinta Ini
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: STIGMA SOSIAL Bagian I 08.07.08 11:41
"Gue nggak mau jadi junky. Gue nggak mau jadi sampah masyarakat. Gue ingin lepas dari masalah narkoba. Gue udah capek jadi pecandu. Gue ingin keluar dari panti rehabilitasi ini dan hidup bebas. Gue punya bayi yang membutuhkan gue sebagai ibunya. Gue udah lama nggak ketemu dengan dia. Gue kangen ama dia. Gue ingin kembali merawatnya. Ayahnya nggak mau mengakuinya sebagai seorang anak." (S, 17 tahun, perempuan, pecandu).
Kalimat yang penuh tekad dan kepahitan ini keluar dari seorang perempuan penderita narkoba kepada seorang psikolog di suatu panti rehabilitasi yang tergolong mewah di kawasan Puncak. Cukup banyak luka kehidupan yang telah ia alami. Ayah bayinya juga seorang pecandu dan tidak mau menikahinya. Bahkan ketika pacaran, ia juga sering dipukuli pasangannya. Selain berhubungan dengan pacarnya, ia juga mencoba melacur untuk mendapatkan obat-obatan terlarang, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk pacarnya. Ia kemudian hamil dan punya bayi. Keluarganya sangat malu akan dirinya dan kemudian memasukkannya ke panti rehabilitasi ini.
Penderitaannya belum berakhir ketika ia masuk ke dalam panti rehabilitasi. Ia sudah tiga bulan di panti rehabilitasi ini, dan masih dianggap tidak dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku. Ia tidak boleh melihat anaknya. Hari itu saja, lehernya masih saja digantungi tulisan "perempuan nakal" yang sebetulnya sangat menjatuhkan harga dirinya karena harus dibawanya berkeliling dihadapan seluruh pria di panti rehabilitasi itu.
Betapa tidak, saat itu ia adalah satu-satunya pasien perempuan dalam panti rehabilitasi tersebut. Bahkan psikiater dan konselor sebaya di panti rehabilitasi ini juga pria. Ia mengalami kesulitan untuk membicarakan masalah pribadinya sebagai seorang perempuan kepada orang di sekitarnya. Tak heran karena dalam panti rehabilitasi itu, ia hidup dalam dunia pria. Ia tampak merasa kesepian. Apalagi, ketika malam, ia tidur sendirian tanpa teman. Tentu saja, ia harus tidur terpisah dari wilayah laki-laki.
Namun, setidaknya perempuan ini masih beruntung dibandingkan banyak perempuan narkoba lainnya. Misalnya, ia bukan orang yang terdeksi sebagai penderita HIV positif seperti banyak rekannya yang lain. Ia juga masih punya keluarga, yang masih mencoba mendorongnya untuk pulih.
Yang terpenting, ia masih sangat beruntung karena masih mendapatkan perawatan untuk menuju kepulihannya. Dengan segala keterbatasan yang ada, ia masih berada di dalam suatu panti rehabilitasi yang masih memberikan harapan akan adanya pembebasan di masa depan. Setidaknya ia berada dalam lingkaran yang lebih aman dibandingkan dunia luar. Ia berada dalam lingkungan yang menginginkan kepulihannya. Dunia luar bisa saja lebih kejam.
Ia juga masih bisa menyatakan suaranya untuk dapat kembali hidup normal. Suara yang seringkali masih saja tidak dipercayai oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya. Padahal untuk kepulihannya, ia sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak.
Ya, betapa tidak. Perempuan ini memiliki dua macam stigma. Yang pertama, ia adalah perempuan. Yang kedua, ia adalah perempuan pecandu narkoba. Mereka menghadap stigma sosial yang lebih besar dibandingkan rekan-rekanya pencandu narkoba yang berjenis kelamin pria.
Sebagai seorang perempuan ia berbeda dengan seorang pria. Masyarakat lebih mengharapkan dirinya untuk dapat tampil menunjukkan perilaku seorang puteri cantik yang dapat menyenangkan hati semua orang. Seorang puteri yang lebih mencintai rutinitas rumah tangga daripada kerlap-kerlip kehidupan malam di jalanan. Seorang ibu yang baik di dalam keluarganya. Mereka telah gagal memenuhi peran tradisional dan standar moralitas masyarakat tersebut.
Selain itu, sebagai seorang pencandu narkoba ia juga berbeda dengan orang normal lainnya. Masyarakat seringkali melihat diri pecandu narkoba sebagai sampah yang lebih harus dijauhi karena telah melanggar norma masyarakat yang ada. Suatu kelompok yang menakutkan dan dekat dengan perilaku seksual bebas, kekerasan ataupun tindakan kriminal.
Ia tidak sendirian. Ia hanya salah satu. Masalah ini merupakan masalah dunia yang dapat merengkuh setiap agama, ras, budaya, profesi, ataupun kelas sosial. Di Amerika Serikat saja tidak kurang dari 5 juta perempuan mengalami masalah ketergantungan obat. Penelitian National Household Survey on Drug Abuse pada tahun 1997 menemukan 34,3% perempuan kulit putih, 19,2% perempuan Latin, dan 24,9% perempuan Amerika-Afrika dilaporkan pernah menggunakan obat-obatan ilegal sepanjang hidup mereka. Padahal penelitian ini belum mencakup wanita gelandangan, para mahasiswi serta perempuan dalam lembaga pemasyarakatan. Sementara di Indonesia belum ada penelitian ilmiah yang dapat membuktikan berapa banyak perempuan yang terkena masalah ini. Namun, tidak berarti perempuan Indonesia tidak mengalami masalah ini. Kasus penyalahgunaan obat perempuan di Indonesia juga terlihat cukup parah.
Mereka adalah suatu fenomena gunung es. Kasus yang lebih sering ditutup-tutupi karena mendatangkan aib di mata masyarakat. Sebagai perempuan, orang lebih berusaha menutupi keberadaan mereka dibandingkan rekannya yang pria.
Mereka tengah beperang melawan lingkaran adiksi atau ketergantungan obat. Mereka ada di mana-mana. Mereka bisa saja tetangga, teman dekat, atau bahkan anggota keluarga kita sendiri. Mereka yang seharusnya kita cintai. Sulitnya, kebanyakan mereka tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya mereka butuhkan.
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 08.07.08 11:42
2. MEMASUKI LINGKARAN ADIKSI
Sebagian orang mungkin telah bosan melihat atau mendengar kata-kata atau slogan-slogan yang menyuruh untuk menjauhi narkoba. Poster di sekolah dan tempat kerja, spanduk di pinggir jalan, brosur dari lembaga swadaya masyarakat, bahkan siaran radio dan televisi cukup sering berbicara tentang nasihat menjauhi narkoba.
Namun, pengetahuan tentang masalah narkoba di masyarakat masih terlihat kurang. Penelitian Direktorat Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional Indonesia (2001) di lembaga pemulihan narkoba Indonesia bahkan menunjukkan hal yang lebih mengejutkan, pengetahuan tentang obat-obatan terlarang yang dimiliki penderita narkoba masih tergolong kurang. Padahal mereka telah menggunakan narkoba sedemikian lama. Hal ini terdengar ironis, akan tetapi juga menggambarkan kenapa dan bagaimana masalah ini menjadi sulit ditangani.
Penanganan narkoba juga menjadi terasa lebih sulit jika kita melihat bahwa pendidikan untuk masyarakat professional, seperti psikiater atau psikolog, tentang narkoba juga masih harus ditingkatkan. Mata kuliah Psikologi Narkoba di Fakultas Psikologi masih berupa mata kuliah pilihan dan tidak diadakan di semua universitas. Kursus profesional bidang narkoba masih tergolong langka. Sementara di lapangan, kasus kesalahan penanganan masih sering terjadi. Masih ada psikiater yang memberikan obat untuk penderita schizophrenia, seperti Prozac, kepada pasien narkobanya, yang justru akan memperparah keadaan pasiennya. Terkadang, psikolog atau konselor dijadikan tameng dan diadu domba oleh pasiennya untuk kepentingan yang justru mencegah pemulihannya.
Lantas, kalau pengguna narkoba dan profesional sendiri masih kesulitan untuk memahami narkoba, bagaimana dengan masyarakat awam? Bagaimana mereka dapat mengenali dan menolong orang yang terlibat narkoba? Apakah ada tindakan yang sebetulnya dirasakan baik, namun justru merupakan tindakan yang sesungguhnya mensabotase kepulihan penderita narkoba?
Dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga merupakan elemen terkecil yang sangat penting. Lingkungan pertama yang paling dapat diharapkan untuk memberikan pertolongan pada tiap masalah adalah keluarga. Pada kenyataanya keluarga sering kali terlambat mengetahui adanya anggotanya yang terlibat narkoba. Keterlambatan deteksi ini pada gilirannya mengakibatkan mereka tertolong terlambat.
Sering kali masyarakat masih menghubungkan masalah narkoba dengan bentuk keluarga yang tidak harmonis. Narkoba dianggap hanya dapat hinggap pada keluarga yang berantakan atau tidak dapat memberikan pendidikan yang tepat pada anak-anaknya. Pandangan bukan hanya tidak seluruhnya benar, tetapi juga membawa kesulitan dalam menangani masalah ini dengan tepat.
Data yang ada menunjukkan bahwa kejadian ini lebih banyak terjadi pada keluarga utuh daripada keluarga yang terpecah. Juga dapat terjadi pada keluarga segala jenis dan segala lapisan. Dapat terjadi pada keluarga tokoh agama, dokter, psikiater, psikolog atau tokoh masyarakat lainnya.
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: Bag II 08.07.08 11:43
Orang tua seringkali merasa tertipu dan menjadi sangat marah ketika pertama kali mengetahui anaknya, terlebih anak perempuan, mengalami masalah narkoba. Tindakan kekerasan, yang sebetulnya tidak perlu, dapat saja terjadi. Kemarahan dapat membuat orang tua tidak ingat bahwa mereka membutuhkan pembimbingan yang tepat dan penuh kesabaran.
“Ketika ayah saya menemukan bahwa saya seorang pecandu, dia berteriak memaki-maki saya. Dia memukul wajah saya keras-keras sampai hitam dan biru. Waktu saya jatuh ke lantai, dia menendang saya dan terus memaki-maki saya terus menerus sampai ibu saya datang. Ayah kemudian memukul ibu. Saya benci ayah.” N, 22 tahun, perempuan, pecandu)
Tidak hanya itu, mereka menjadi menutup diri atau menunjukkan gejala penolakan lainnya. Seringkali mereka baru memberikan pengobatan yang tepat setelah mereka menyerah untuk menanganinya sendiri.
“Waktu orang tua saya tahu saya memakai obat, mereka membawa saya ke dokter. Tapi sebelum masuk mobil, orang tua saya melihat berkeliling untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengenali mereka. Saya hanya mendapatkan rawat jalan. Kemudian mereka mengurung saya di rumah. Malamnya, mereka mengunci kamar dan menggembok jendelanya. Suatu hari, saya mencuri kunci gembok, membukanya dan mengembalikan kunci kembali ke tempat semula. Saya bekerja ketika mereka tidak memperhatikan saya. Jadi mereka tidak menyadarinya. Malam hari ketika mereka semua tidur, saya kabur ke luar ke jalan. Saya menyetop taksi, lari ke bandar dan meminta bandar membayar taksi saya. Saya membayarnya dengan melakukan hubungan seks. Ini jalan berminggu-minggu. Waktu orang tua saya menemukan permainan saya, saudara-saudara saya datang dengan orang tua saya, dan akhirnya membawa saya ke panti rehabilitasi.” (XY, 24 tahun, perempuan, pecandu)
Gejala penolakan ini lebih besar pada kasus yang melibatkan perempuan dibandingkan kasus yang melibatkan lawan jenisnya.
“Waktu saya dan saudara laki-laki saya pulang dari panti rehabilitasi, ayah saya menyuruh saya kalau ada saudara yang datang ke rumah, saya harus bilang kalau saya baru saja dari Malang. Saya nggak boleh bilang kalau saya pencandu yang mulai pulih, ke siapa saja. Termasuk ke nenek, paman atau tante. Saya rasanya sangat marah ketika saudara saya datang ke rumah, ayah saya bilang kalau saudara laki-laki saya baru saja pulang dari panti rehabilitasi narkoba, sementara saya baru saja pulang sekolah dari Malang dan datang untuk liburan. Sebenarnya saya ingin mengatakan yang sesungguhnya, jadi saya nggak perlu menyembunyikan kenyataaan yang ada. Ayah saya malu pada saya. (N, 21 tahun, wanita, pecandu)
Padahal, kasus yang ada menunjukkan pentingnya peran keluarga dalam membantu pecandu narkoba dalam menghadapi masalahnya. Seringkali keluarga menghadapi pecandu yang tidak menyadari bahwa pemakaian narkoba merupakan masalah bagi diri pecandu dan juga masyarakat di sekitarnya. Banyak pecandu merasa mereka tidak butuh pemulihan dan tidak memerlukan pertolongan untuk pulih. Kesadaran untuk pulih justru baru dirasakan ketika mereka tiba pada satu peristiwa penting yang tidak timbul begitu saja, yang mungkin baru mereka alami setelah mereka mengikuti program rehabilitasi. Pecandu biasanya berusaha dengan segala cara agar mereka tidak perlu mengikuti program pemulihan, antara lain dengan memberikan janji-janji yang sering kali tidak akan mereka tepati, yang kemudian mendatangkan trauma dan mengikis kepercayaan keluarga pada pecandu. Rasa cinta yang tegas dari keluarga untuk memberikan program pemulihan terbaik bagi pecandu sangat dibutuhkan.
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 08.07.08 11:45
Orang tua seringkali merasa tertipu dan menjadi sangat marah ketika pertama kali mengetahui anaknya, terlebih anak perempuan, mengalami masalah narkoba. Tindakan kekerasan, yang sebetulnya tidak perlu, dapat saja terjadi. Kemarahan dapat membuat orang tua tidak ingat bahwa mereka membutuhkan pembimbingan yang tepat dan penuh kesabaran.
“Ketika ayah saya menemukan bahwa saya seorang pecandu, dia berteriak memaki-maki saya. Dia memukul wajah saya keras-keras sampai hitam dan biru. Waktu saya jatuh ke lantai, dia menendang saya dan terus memaki-maki saya terus menerus sampai ibu saya datang. Ayah kemudian memukul ibu. Saya benci ayah.” N, 22 tahun, perempuan, pecandu)
Tidak hanya itu, mereka menjadi menutup diri atau menunjukkan gejala penolakan lainnya. Seringkali mereka baru memberikan pengobatan yang tepat setelah mereka menyerah untuk menanganinya sendiri.
“Waktu orang tua saya tahu saya memakai obat, mereka membawa saya ke dokter. Tapi sebelum masuk mobil, orang tua saya melihat berkeliling untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengenali mereka. Saya hanya mendapatkan rawat jalan. Kemudian mereka mengurung saya di rumah. Malamnya, mereka mengunci kamar dan menggembok jendelanya. Suatu hari, saya mencuri kunci gembok, membukanya dan mengembalikan kunci kembali ke tempat semula. Saya bekerja ketika mereka tidak memperhatikan saya. Jadi mereka tidak menyadarinya. Malam hari ketika mereka semua tidur, saya kabur ke luar ke jalan. Saya menyetop taksi, lari ke bandar dan meminta bandar membayar taksi saya. Saya membayarnya dengan melakukan hubungan seks. Ini jalan berminggu-minggu. Waktu orang tua saya menemukan permainan saya, saudara-saudara saya datang dengan orang tua saya, dan akhirnya membawa saya ke panti rehabilitasi.” (XY, 24 tahun, perempuan, pecandu)
Gejala penolakan ini lebih besar pada kasus yang melibatkan perempuan dibandingkan kasus yang melibatkan lawan jenisnya.
“Waktu saya dan saudara laki-laki saya pulang dari panti rehabilitasi, ayah saya menyuruh saya kalau ada saudara yang datang ke rumah, saya harus bilang kalau saya baru saja dari Malang. Saya nggak boleh bilang kalau saya pencandu yang mulai pulih, ke siapa saja. Termasuk ke nenek, paman atau tante. Saya rasanya sangat marah ketika saudara saya datang ke rumah, ayah saya bilang kalau saudara laki-laki saya baru saja pulang dari panti rehabilitasi narkoba, sementara saya baru saja pulang sekolah dari Malang dan datang untuk liburan. Sebenarnya saya ingin mengatakan yang sesungguhnya, jadi saya nggak perlu menyembunyikan kenyataaan yang ada. Ayah saya malu pada saya. (N, 21 tahun, wanita, pecandu)
Padahal, kasus yang ada menunjukkan pentingnya peran keluarga dalam membantu pecandu narkoba dalam menghadapi masalahnya. Seringkali keluarga menghadapi pecandu yang tidak menyadari bahwa pemakaian narkoba merupakan masalah bagi diri pecandu dan juga masyarakat di sekitarnya. Banyak pecandu merasa mereka tidak butuh pemulihan dan tidak memerlukan pertolongan untuk pulih. Kesadaran untuk pulih justru baru dirasakan ketika mereka tiba pada satu peristiwa penting yang tidak timbul begitu saja, yang mungkin baru mereka alami setelah mereka mengikuti program rehabilitasi. Pecandu biasanya berusaha dengan segala cara agar mereka tidak perlu mengikuti program pemulihan, antara lain dengan memberikan janji-janji yang sering kali tidak akan mereka tepati, yang kemudian mendatangkan trauma dan mengikis kepercayaan keluarga pada pecandu. Rasa cinta yang tegas dari keluarga untuk memberikan program pemulihan terbaik bagi pecandu sangat dibutuhkan.
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: BAG III 08.07.08 11:46
Perasaan cinta dan kepercayaan terhadap anggota keluarga (yang dalam hal ini merupakan pecandu) dapat juga menjadi penghalang untuk mengenali masalah yang ada serta mencari solusi dari masalah tersebut. Keluarga sering kali tidak percaya apabila mendengar ada anggota keluarganya yang bermasalah dengan narkoba, dan ketika mereka percaya, keterlibatan anggota kelurganya itu dengan narkoba sudah terlalu jauh. Untuk itu, tidak ada salahnya bila kita saling menjaga keluarga kita dengan mempelajari karakter pecandu serta melihat ada atau tidaknya perilaku tersebut pada anggota keluarga kita masing-masing. Keluarga tetaplah tulang punggung utama dalam menghadapi masalah narkoba.
Kecenderungan untuk mengalami kecanduan terhadap narkoba dapat terjadi dimulai pada awal masa kehidupan. Bukan hanya pada masa kanak-kanak, namun juga pada awal masa pembuahan. Suatu penelitian tentang pasangan bayi kembar identik yang memiliki orang tua alkoholik menunjukkan hal ini. Pasangan bayi ini dipisah. Satu dipelihara oleh keluarga baik-baik yang tidak memiliki kebiasaan untuk meminum alkohol, sementara yang satu tetap dipelihara oleh keluarga asalnya yang mengalami masalah dengan alkohol tersebut. Kecenderungan anak yang dipelihara pada keluarga baik-baik untuk menjadi kecanduan alkohol ternyata tetap tinggi. Faktor herediter terbukti memiliki kontribusi untuk masalah kecanduan.
Ibu yang mengalami kecanduan atau tidak sengaja mengkonsumsi narkoba, pada masa kehamilan dapat menularkan kecanduannya pada anak yang sedang dikandungnya. Darah ibu yang tercemar oleh narkoba, dapat turut terkonsumsi melalui plasenta oleh bayi tersebut. Akibatnya bayi sudah mengalami kecanduan di perut ibunya dan dapat lahir dengan ciri-ciri sindroma putus obat terlarang (atau sakaw).
"Tahun 1970-an ada dokter di blok A yang menolong untuk membuat badan jadi langsing. Banyak perempuan yang ingin menggunakan rok mini dan baju sexy datang ke dokter ini untuk mendapatkan obat. Saya betul-betul punya masalah dengan berat badan. Jadi saya ke sana, dan mendapatkan obat dari dokter itu. Berat badan saya turun, banyak sekali. Tapi saya ingat, waktu saya nggak dapat obat secara teratur, saya jadi depresi. Jadi saya ke dokter itu lagi untuk mendapatkan obat. Sesudah menggunakan obat, saya selalu merasa gembira, rasanya seluruh dunia cerah, berwarna, dan bernyanyi. Saya berhenti waktu saya menikah. Tentu saja saya jadi gemuk kembali. Kadang-kadang saya kepikiran, kalau saya membuat anak saya jadi lebih gampang ketagihan, karena saya dulu tidak sengaja menggunakannya." (N, perempuan, 55 tahun, ibu pecandu yang kegemukan)
Pada saat usia yang masih tergolong kanak-kanak, ketika kita berpikir mereka masih polos dan senang bermain dengan boneka mereka, mereka juga sudah mendapat godaan dari luar untuk mengalami kecanduan. Mereka bisa saja didatangi orang yang tak dikenal yang menawarkan barang-barang yang disukai oleh mereka, baik secara gratis maupun membayar, namun benda-benda tersebut sudah dibubuhkan atau diberi narkoba. Benda itu bisa saja berupa permen, alat tulis, boneka atau benda lain khas anak kecil. Mereka kemudian memakainya tanpa mengerti apa yang terjadi pada diri mereka.
Kemudian, ketika mereka mulai menginjak masa remaja, masalah yang mereka hadapi lebih banyak lagi. Pada masa ini, pergaulan dengan teman sebaya menjadi titik pusat dari tahap perkembangan mereka. Mereka mulai mencari kehidupan di luar rumah. Beberapa diantaranya menjadi anak gaul yang mulai memasuki dunia gemerlap. Pacaran dapat menjadi awal dari masalah ini.
“Saya mengenal narkoba karena pacar saya seorang bandar ekstasy dan shabu-shabu. Kedatangan saya ke Bali untuk mencari pekerjaan dan saya bekerja di dalam satu tempat hiburan malam menjadi pramusaji salah satu diskotik. Dari pacar sayalah mengenal ecstasy dan shabu-shabu. Sampai suatu malam saat pulang dari diskotik saya dan pacar saya kena razia polisi. Pada saat itu saya memakai jaket pacar saya dan pada saat yang sama pacar saya berhasil lolos melarikan diri dan tanpa sepengetahuan saya, jaket yang saya kenakan terdapat banyak narkoba jenis ekstasy dan shabu-shabu maka sayapun dibawa ke kantor polisi. Saat ini saya berada di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan untuk menunggu putusan vonis yang harus saya jalankan.” (R, 19 tahun, perempuan, napi narkoba).
Namun, tidak berarti bahwa mereka pasti mengenal narkoba dari kehidupan malam. Banyak juga yang mengenal narkoba dari teman pergaulan di sekolah. Bahkan mereka yang tergolong aktivis kegiatan kerohanian di sekolah dapat saja terkena masalah.
“Saya dulu punya teman kelompok di sekolah sepuluh orang. Satu per satu mereka mulai menggunakan narkoba. Bahkan teman saya yang aktif di kegiatan kerohanian dan sering berdiskusi di mushalla pun ada yang ikut pakai. Sekarang sebagian mereka sudah meninggal karena overdosis. Tinggal saya dan teman saya yang masih hidup”. (G, 19 thn, pecandu)
Orang-orang terdekat, seperti pacar atau suami juga merupakan pendorong untuk menggunakan obat. Bahkan dalam kasus dimana pada awalnya perempuan ini menginginkan pacar atau suaminya berhenti menggunakan narkoba.
“Saya menyuruh pacar saya berhenti menggunakan obat. Dia tidak mau. Saya jadi penasaran dan ingin tahu seperti apa rasanya obat yang tidak bisa ditinggalkan pacar saya, bahkan demi saya. Saya kemudian juga kecanduan” (R, 22 thn, perempuan pecandu}
Waktu saya berkenalan dengan suami saya, saya tidak pernah menggunakan narkoba. Setelah saya menikah, saya cape untuk menyuruhnya berhenti menggunakan obat. Kemudian saya mengatakan, bahwa jika dia tidak berhenti, maka saya akan ikut pakai. Lalu, saya mulai pakai, walaupun kemudian saya hamil. Suami saya tidak menghentikan saya. Ia bahkan menyuntikkan obat untuk saya. Saya menjadi kecanduan. Kehidupan kami menurun sesudah itu. Saya kehilangan bayi karena terus menggunakan obat dan menjadi terinfeksi dengan Hepatitis C dan HIV. Saya mendapatkan kedua macam virus itu dari suami saya. (L, 28 thn, perempuan pecandu)
Selain itu, ada berbagai faktor internal yang juga merupakan pendorong remaja putri memasuki dunia narkoba. Rasa percaya diri yang rendah atau perasaan kegagalan seringkali menjadi faktor utama yang membuat remaja putri terlibat masalah ini.
“Orang tua saya memarahi saya. Saya merasa gagal. Waktu saya sedih, saya ke tempat pacar saya. Ia menyodorkan putaw untuk menghibur saya. Karena tidak tahu harus apa, saya menerima saja. Setelah itu, setiap ketemu pacar saya, saya terus pake bersama. (F, 15 thn, perempuan pecandu)
Faktor citra tubuh yang kurang ideal merupakan salah satu masalah khas perempuan yang mendorong mereka mengalami masalah ini.
"Saya merasa kegemukan. Saudara perempuan saya jauh lebih langsing daripada saya. Waktu saya 16 tahun saya ke dokter dan dia ngasih saya amphetamine. Saya dan keluarga saya juga nggak tahu kalau amphetamine bisa membuat saya kecanduan. Saya dapat tablet terus menerus dari dokter itu. Waktu ada shabu-shabu, saya juga ikut pakai. Badan saya jadi benar-benar langsing, tetapi saya jadi sakit dan mata saya jadi kosong. Dan di dalam, saya jadi menderita, lebih dari sebelumnya. Saya cuma bisa berharap suara di kepala saya bakal berhenti. Tapi nggak. Ada seseorang di dalam diri saya yang menyuruh saya melakukan hal-hal yang jelek ke orang lain." (W, perempuan, 25 tahun, klien panti rehabilitasi narkoba)
Bahkan perempuan yang sedang mengikuti program di panti rehabilitasi, sering merasakan ini sebagai hal yang membuat mereka dapat jatuh kembali.
"Gue jadi trigger kalo celana jeans yang gue pakai jadi sempit. Soalnya dulu gue biasa nyari ubas kalo gue merasa sudah mulai gemuk. Kalo ada ubas gue bisa tahan nggak makan sampai lebih dari dua hari. Cuma abis itu gue jadi agak paranoid". (S, 18 tahun, perempuan, klien panti rehabilitasi narkoba)
Selain itu, fakta yang ada juga menunjukkan bahwa perempuan lebih cepat mengalami ketergantungan dibandingkan lawan jenisnya. Berbagai penelitian di Amerikan Serikat menunjukkan bahwa perempuan dapat lebih cepat mengalami adiksi terhadap obat-obatan tertentu, seperti kokain, bahkan langsung setelah pemakaian pertamanya ketika ia masih dalam taraf mencoba-coba. Wanita juga lebih besar kemungkinannya untuk mengalami ketergantungan pada obat penghilang rasa sakit yang diresepkan, seperti asam mefenamat, paracetamol, dan lain-lain.
Fakta bahwa perempuan lebih cepat mengalami ketergantungan merupakan salah satu penyebab yang membuat perempuan yang masuk panti rehabilitasi lebih parah dibandingkan lawan jenisnya. Hal ini kemudian membuat pengobatannya menjadi lebih sulit. Namun, ironisnya, jumlah wanita yang masuk panti rehabilitasi cenderung jauh lebih sedikit dari pria.
Sedikitnya jumlah perempuan yang masuk panti rehabilitasi membuat masalah ketergantungan obat; penyebab ketergantungan dan akibatnya bagi kehidupan wanita lebih sulit dimengerti. Terlebih lagi, masalah ketergantungan obat seringkali masih diperlakukan sebagai penyakit pria.
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 08.07.08 11:48
PENGARUH PADA ANAK
Lingkaran adiksi tidak hanya berhenti bagi pengguna saja. Lingkaran ini dapat diteruskan pada keturunannya. Ibu pecandu yang hamil dapat membuat anaknya mengalami kemungkinan besar untuk kecanduan. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu pecandu, dapat membuat ambang ketagihan anak terhadap narkoba lebih rendah. Anak menjadi lebih mudah mengalami kecanduan.
Perempuan yang menggunakan narkoba membahayakan kehidupannya dan kesehatan anak-anaknya. Penelitian dari NIDA menunjukkan hubungan yang kuat antara penggunaan narkoba pada ibu hamil dengan komplikasi medik baik pada ibu maupun anaknya. Selama kehamilan, obat-obatan yang dipergunakan ibu, masuk ke aliran darah bayinya.
“Waktu saya hamil saya tetap pakau. Anak saya lahir premature. Saya melihat anak saya kejang-kejang waktu lahir. Tidak lama ia meninggal. Tapi saya nggak tahu apa ini karena disebabkan saya seorang pecandu”. (P, 20 thn, perempuan pecandu)
Kondisi ini tidak hanya berakibat bagi ambang ketagihan bagi seorang anak. Banyak akibat lain yang juga terjadi. Akibat segera yang paling serius bagi bayi dapat berupa prematuritas, berat badan lahir rendah, dan hambatan pertumbuhan. Akibat jangka panjang dapat berupa keterampilan motorik yang buruk dan masalah perilaku. Penggunaan narkoba yang berkelanjutan dari ibu dapat membawa anak-anaknya pada resiko keterlantaran, kekerasan fisik, dan malnutrisi.
HANYA INI YANG BISA GW BAGI TENTANG ADIKSI YANG HAL2 LAINNYA
Heri LETJEN KOSTER
Poin Brogader : 6388 Total Posan : 2503 Sejak : 13.11.06 Domisili : Bogor KorWil : Bogor NRA : 0079 Jabatan : Ang. Resmi Thunder :
125
Julukan : 125 aja Sikon : Senang2 aja Hobi : lupa Slogan : lupa
Narkoba adalah obat, bahan, Zat bukan makanan, yang Jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikan, Berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan Syaraf pusat ) dan seringkali menyebabkan ketergantungan. Yang tergolong narkoba adalah : Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif lain, termasuk minuman beralkhohol. Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba bukan untuk maksud pengobatan, tetapi agar dapat menikmati pengaruhnya. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOBA Gangguan kesehatan jasmani : fungsi organ-organ tubuh terganggu (hati, jantung, paru, otak, dll). Penyakit menular karena pemakaian jarum suntik bergantian (hepatitis B/C, HIV. AIDS). Overdosis yang dapat menyebabkan kematian. Ketergantungan, yang menyebabkan gejala sakit jika pemakainya dihentikan atau dikurangi, serta meningkatnya jumlah narkoba yang dikonsumsi. Gangguan kesehatan jiwa (gangguan prkembangan mental-emosional,paranoid). Gangguan dalam kehidupan keluarga, sekolah dan sosial (pertengkaran, masalah keuangan, putus sekolah, menganggur, kriminalitas, dipenjara, dikucilkan, dll). PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah upaya Yang dilakukan terhadap factor-faktor yang Berpengaruh atau penyebab, baik secara langsung Maupun tidak langsung, Agar seseorang atau sekelompok masyarakat Mengubah keyakinan, sikap dan perilakunya sehingga Tidak memakai narkoba atau berhenti memakai narkoba Keluarga adalah lingkungan pertama & utama dalam membentuk dan mempengaruhi keyakinan, sikap dan perilaku seseorang terhadap penggunaan narkoba. BANGUN KELUARGA HARMONIS 1. MENDENGARKAN SECARA AKTIF Mendengarkan secara aktif menunjukan kasih sayang dan perhatian orangtua kepada anak. Sikap orang tua yang menyebabkan anak berhenti atau menolak mencurahkan isi hatinya : ? Menghakimi atau menuduh ? Merasa benar sediri ? Terlalu banyak memberi nasihat atau ceramah ? Sikap seolah-olah mengetahui semua jawaban ? Mengkritik atau mencela ? Menganggap enteng persoalan anak Hindari kata-kata negatif: harus, jangan, tidak boleh Gunakan kalimat terbuka yang tidak membantu pembicaraan. contoh ; - ?Ayah mengerti bahwa hal itu tidak - ?Ibu sangat perhatian tentang.............? Orang tua perlu melatih cara mendengarkan aktif, betapapun ?baik?nya mereka : Ulangi pernyataan sebagai tanda anda Faham apa yang diungkapkan anak. Perhatikan bahasa tubuh anak (mimik, muka, gerakan tubuh) waktu berbicara. Jika bertentangan, perhatikan bahasa tubuh yang menyatakan isi hati yang sebenarnya. Beri dorongan non-verbal untuk menunjukan perhatian anda : ?O ya?? coba jelaskan lagi tentang hal itu?. ?lalu apa yang terjadi ? Gunakan nada lembut dalam menjawab pertanyaan. 2. TINGKATKAN PERCAYA DIRI ANAK ; Remaja yang menyalahgunakan narkoba memiliki citra diri yang rendah/negatip. Remaja dengan citra diri positip lebih mudah menolak tawaran narkoba. Orang tua membantu peningkatan percaya diri anak dengan : Beri pujian dan dorongan untuk hal-hal kecil atau sepele yang dilakukannya : ?terima kasih atas bantuanmu?, ?kamu telah mencoba dengan baik.? Bantu anak mencapai tujuannya secara realistik. Arahkan keinginan atau cita-citanya sesuai kemampuan dan kenyataan. Hindari berkhayal. Koreksi tindakannya, bukan pribadi atau harga dirinya. Jangan katakan : ?Ayah tidak menyukai tindakanmu itu.? Beri anak tanggung jawab yang dapat membangun kepercayaan dirinya, sesuai kemampuan dirinya. Beri tugas yang harus dikerjakannya setiap hari dirumah : membersihkan kamar tidur, menyapu ruangan, mencuci. Perlihatkan pada anak, bahwa ia dikasihi, dengan sikap, tindakan dan perkataan, kasih itu tidak boleh dibuat-buat, tetapi murni dan tulus. 3. KEMBANGKAN NILAI POSITIP PADA ANAK : Sejak dini ajarkan anak membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan salah. Hal itu memungkinkan anak berani mengambil keputusan atas dorongan hati nuraninya, bukan karena tekanan atau bujukan teman. Tunjukan sikap tulus, jujur tidak munafik, terbuka, mau mengakui kesalahan, meminta maaf, serta tekad orangtua untuk memperbaiki diri. 4 ATASI MASALAH KELUARGA : Jangan biarkan koflik suami-istri berlarut-larut, sebab anak dapat merasakan suasana ketegangan orangtua. Jangan bertengkar atau berdebat didepan anak. Jika perlu, minta pertolongan/kosultasi tenaga profesi/ahli, atau orang yang dapat anda percayai. Ciptakan suasana damai antara suami isteri. MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI RUMAH 1. PELAJARI FAKTA & GEJALA DINI PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Pelajari fakta tentang penyalahgunaan narkoba; Berpartisipasi aktif dalam gerakan peduli anti-narkoba dan anti-kekerasan. 2. ORANG TUA SEBAGAI TELADAN Berhentilah merokok, minum minuman beralkohol, atau memakai narkoba. Buang semua peralatan dan persediaan rokok atau minuman beralkohol. Perlihatkan kemampuan orangtua berkata ?tidak? terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. Jangan malu minta tolong jika butuh pertolongan. Tidak menggunakan cara kekerasan (tindakan,kata-kata) pada anak atau orang lain. Hormati hak-hak anak dan orang lain. Perlakukan anak/orang lain dengan adil dan bijaksana. Hiduplah secaara tertib dan teratur. 3. KEMBANGKAN KEMAMPUAN ANAK TOLAK NARKOBA Beritahu anak mengenai haknya melakukan sesuatu yang cocok bagi dirinya. Jika ada teman yang memaksa atau membujuk, ia berhak menolaknya. Bimbing anak mencari kawan sejati yang tidak menjerumuskannya. Cari peluang untuk mengajarkan pada anak mengenai bahaya narkoba dengan menggunakan nalar sehat. Hindari cara menakut-nakuti atau memberi nasihat. Ajarkan anak menolak tawaran memakai narkoba. Ketahui jadwal kegiatan anak, siapa kawan-kawannya. Tetapi janganlah bertindak seperti polisi dirumah. Jadilah sahabat bagi anak anda. 4. ATASI MASALAH KELUARGA : Jangan biarkan koflik suami-istri berlarut-larut, sebab anak dapat merasakan suasana ketegangan orangtua. Jangan bertengkar atau berdebat didepan anak. Jika perlu, minta pertolongan/kosultasi tenaga profesi/ahli, atau orang yang dapat anda percayai. Ciptakan suasana damai antara suami isteri. 5. DUKUNG KEGIATAN ANAK YANG SEHAT DAN KREATIF : Dukung kegiatan anak di Sekolah, berolahraga, menyalurkan hobi, bermain musik, dsb. Tanpa menuntut prestasi atau harus menang. Libatkan diri dalam kegiatan anak. Anak menghargai saat orangtua melibatkan diri dalam kegiatan mereka, tanpa terlalu banyak ikut campur dalam keputusan yang diambil anak. 6. BUAT KESEPAKATAN TENTANG NORMA DAN PERATURAN : Anak menginginkan kehidupan yang teratur. Ia belajar bertanggung jawab jika ditetapkan aturan bagi perilaku dan kegiatannya sehari-hari. Tetapkan hal itu bersama anak secara adil dan tuliskan perturan-peraturan itu secara singkat dan jelas. Jenis obat / narkotika yang sering digunakan oleh masyarakat pemakai adalah BK, Nipam, Rohipnol, Mogadon, Lexotan dan Valium. Sementara Jenis Putao adalag; Opium, Morphin & Codein, Pethidine ( Mepheridine ) & Methadone, Hydromorphone & Oxycodon, Heroin ( Diacethylmorphine ) dan Endogenous Morphine. Jenis lain adalah Ganja, Ectasy dan sabu ? sabu. Biasanya penyebab seseorang mengkonsumsi obat diatas adalah karena ingin tahu, ingin dianggap dewas / hebat, ingin diterima dalam pergaulan, kenikmatan, tidak bisa tidur, frustasi dan karena gelisah / cemas. Dari segi keluarga biasanya karena todak harmonis dan kurang mendapat perhatian orang tua. Dapat juga karena dipengaruhi oleh teman, misalnya dibujuk, ditekan dan dijebak. Kenikmatan yang biasa diperoleh pada awal penggunaanya adalah merasa gembira ? euphoria, mengurangi rasa sakit ? efek analgetik, mual & muntah, pernapasan menjadi dangkal ? sesak, Konstipasi ? sulit buang air besar, miosis ? pengecilan penampang pupil mata dan merasa ngantuk ? telat tidur. Efek lanjut dari pengguna adalah; Ketergantungan obat, ketergantungan psychis ( sugesti ), keteragantungan fisik ( withdrawal ? sakao ). Gangguan fisik , terjadi kerusakan fungsi otak / brain damage, abses pada kulit / pembuluh darah, dapat terjadi osteomielitis, gangguan koordinasi otot ? otot, terjadi endocarditis, bronchitis, penumonia, gigi rusak, kronik konstipasi, impotensi sexual pada laki-laki, gangguan menstruasi & kemandulan pada wanita dan nafsu makan hilang. Lebih lanjut dapat terjadi Koma / kematian akibat over dosis / komplikasi. Dapat terjadi AIDS, dan secara Psiko sosial, prestasi belajar menjadi menurun, produktifitas kerja menurun, terjadi masalah keuangan, masalah kriminal, masalah keluarga dan kecelakaan lalulintas. Penanggulangannya adalah ; memeriksakan diri kedokter / ke rumah sakit.
lo2nmanson SERTU KOSTER
Poin Brogader : 6206 Total Posan : 141 Sejak : 31.05.07 Domisili : Bandung-jombang Jabatan : Ang. Forum Thunder :
125
Julukan : thunder 125 Sikon : 100% perjaka Hobi : Otomotif,musik,komputer Slogan : belajar mati sebelum mati
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 23.08.08 10:26
yup betul sekali paparan diatas aku alami itu semua tapi sekarang udah bersih
dexolgenk Jenderal KOSTER
Poin Brogader : 6039 Total Posan : 3355 Sejak : 25.12.07 Domisili : Batam Island Jabatan : Ang. Forum Thunder :
125
Julukan : Thunder 125 ... pengen dijadiin kaya motard.. Sikon : Single Hobi : Surfing Slogan : Keep Fighting ( Tetap Berusaha, bukan terus berantem )
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 23.08.08 14:58
SAY NO TO DRUG narkoba...emang bener2 ngerusak temen gw ada yang kecanduan semua barang dirumah satu persatu di jual dan lebih parahnya lagi ampe kaleng bekas pun dikiloin
Thunder Rider Admin | WebMaster
Poin Brogader : 27474 Total Posan : 24741 Sejak : 19.06.07 Domisili : Bogor.Parung | Depok.BojongSari KorWil : Parung | KOSPAD NRA : 0115 Jabatan : Penasehat Ahli Thunder :
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi 23.08.08 15:07
BTW, Bro sekalian, sy pernah selama 7 (tujuh) tahun sbg pemakai dan sekaligus pengedar NARKOTIKA, NARKOBA, NAZA, psikotropika, atawa apalah namanya.
Buat yg msh menggunakannya atau mau berhenti atau baru saja mencoba lepas darinya dan bgmn caranya bisa hidup normal sesudahnya, silahkan berbagi dgn saya. I will show you the simplest way, how to escape from it, and face the real life, without any difficult at all !!! Org yg paling tahu cara keluar dengan mudah dan selamat dari penjara adalah org yg pernah dipenjara dan keluar dgn sukses. Bukan org luar dan baik-baik yg tak pernah ditahan dlm penjara.
Dulu sy tahu betul seluk-beluknya , dan penah membantu org utk bikin skripsi sarjana dan disertasi doktor tentangnya. Tp sekarang mungkin sdh rada 'gaptek' ya, krn sdh lama tak berurusan dgnnya . . . ha ha ha . . .
. . .
Sponsored content
Subyek: Re: KESEHATAN: NARKOTIKA: Problem dan Solusi