LARANGAN GAGAL GUBERNUR DKI:
SEPEDA MOTOR DILARANG LEWAT JALAN PROTOKOLBerita ini pernah dirilis Januari 2007 lalu:
Motor Dilarang Masuk ThamrinBALAI KOTA, WARTA KOTA- Gerak sepeda motor di Jakarta akan semakin dibatasi, antara lain dilarang masuk jalan protokol. Kendaraan roda dua itu dituding jadi biang macet jalanan Ibu Kota. Saat ini, Gubernur DKI Sutiyoso sedang mencari terobosan aturan untuk membatasi pergerakan sepeda motor di jalan protokol Ibu Kota, seperti Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman, dan HR Rasuna Said. Selain itu, mulai tahun 2007 ini sepeda motor hanya boleh berada di lajur khusus atau di sisi kiri jalan.
"Ini wacana yang ingin saya angkat ke permukaan, yakni membatasi sepeda motor. Itu harus dibahas dalam waktu dekat. Saya sudah melihat sendiri, sebuah kota yang dipenuhi sepeda motor, yaitu Hanoi. Jakarta berpotensi seperti itu, dan jika itu terjadi, sangat tidak nyaman Jakarta," ujar Sutiyoso usai memimpin rapat dengan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) di Balai Kota DKI, Kamis (4/1).
Sutiyoso meminta DTKJ mengkaji masalah tersebut dari berbagai sisi, termasuk landasan hukumnya. DTKJ diminta membahasnya bersama Dinas Perhubungan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, dan para pakar di bidang transportasi.
Bang Yos berharap, pembatasan gerak sepeda motor itu dapat memecahkan problem lalu lintas Jakarta, tanpa merugikan para pengendara motor. "Mungkin kita perlu cari kompensasi bagi pemegang STNK motor dengan memberi diskon kartu abonemen busway. Itu salah satu contoh saja," ujarnya.
Ketua DTKJ Soetanto Soehodo mengatakan, penerapan pembatasan sepeda motor di sejumlah jalan memang sudah sangat mendesak. Hal itu terkait dengan buruknya disiplin para pengendara motor dan pertambahan jumlahnya yang tak terkendali. "Saya tidak tahu jumlah pastinya, tapi perkiraan saya sekarang sudah di atas 3 jutaan. Jumlah ini lebih besar dari kendaraan roda empat yang hanya sekitar 2,5 juta," ujar Soetanto.
Selain itu, walaupun secara fisik sepeda motor hanya mengambil ruang 25 persen dari ruang yang dibutuhkan kendaraan roda empat, dalam praktiknya ruang yang diambil motor bisa sama besar dengan sebuah mobil. "Jadi sudah tidak ada keraguan lagi, motor memang menyumbang kemacetan lalu lintas di Jakarta," paparnya.
Beberapa pilihan pembatasan gerak sepeda motor sedang dikaji DTKJ. Salah satunya dengan membatasi sepeda motor di jalan-jalan protokol secara ketat. Menurut Soetanto, jalan-jalan protokol yang dianggap perlu penerapan larangan pergerakan sepeda motor itu antara lain, Jalan MH Thamrin, Sudirman, dan HR Rasuna Said. "Saya kira masih tetap ada jalan alternatif yang bisa digunakan pengendara motor, kalau misalnya mereka dilarang masuk Jalan Thamrin dan Sudirman," tuturnya.
Namun, larangan sepeda motor di jalan protokol itu dapat pula diberlakukan hanya untuk waktu dan hari tertentu. "Mungkin kita akan terapkan pada jam-jam sibuk pagi dan sore, dan di hari kerja saja. Tapi di hari libur, kita bebaskan," ujar Soetanto.
Di ruas-ruas jalan lain, pergerakan motor juga diatur dengan menerapkan kewajiban menggunakan lajur khusus bagi jalan-jalan yang sudah menyediakan jalur lambat. "Kalau yang belum ada jalur lambatnya, ya harus di sisi kiri jalan," tambah Soetanto.
DTKJ belum dapat memastikan kapan aturan pembatasan gerak sepeda motor itu bakal diterapkan. Akan tetapi, Soetanto mengingatkan pentingnya membarengi aturan itu dengan dengan perbaikan sistem transportasi umum Ibu Kota. Dengan demikian, masyarakat tetap memiliki pilihan alternatif untuk mendukung mobilitasnya secara efisien. "Idealnya tentu harus disediakan alternatif transportasi umum yang efisien," katanya.
Langgar hakSementara itu, Opik, warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menolak pembatasan motor di jalan protokol. Alasannya, selama ini sehari-hari ia menggunakan kendaraan roda dua untuk pulang dan pergi ke kantornya di kawasan Kota, Jakarta Barat. "Rute saya selalu lewat jalan itu. Kalau motor dilarang lewat, saya harus bagaimana? Apalagi busway juga akan naik. Sedangkan gaji saya untuk makan sehari-hari saja kadang kurang," ujarnya.
Sedangkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai pelarangan penggunaan sepeda motor di jalan protokol seperti Jalan MH Thamrin-Jenderal Sudirman adalah bentuk pelanggaran hak masyarakat yang memprihatinkan. Mestinya cukup dilakukan pengaturan, misalnya dengan pembuatan jalur khusus sepeda motor atau pembatasan jam.
"Memang kalau dibiarkan, semua juga bisa nggak nyaman. Tapi kebijakan harus dibuat secara komprehensif, jangan sepotong-potong. Lihat juga regulasi tentang penjualan sepeda motor. Begitu gampang masyarakat membeli sepeda motor tanpa ada larangan," ujarnya.
Tulus menambahkan, inisiatif warga membeli sepeda motor merupakan bagian lain dari bentuk perlawanan masyarakat terhadap ketidakmampuan pemerintah menyediakan sarana transportasi yang mudah, murah, cepat, dan aman. "Justru kalau mau jujur, yang mengambil ruang jalan lebih besar adalah mobil. Pengaturan pengguna mobil semestinya juga lebih ketat, jangan fokus pada sepeda motor saja," tuturnya. (dra/chi) [sumber: Warta Kota]