"Arti Sebuah Nama:
Bagi William Shakespeare, bolehlah sebuah nama
itu tidak ada artinya. Lain halnya bagi Muslim, sebuah nama tidak hanya
berfungsi sebagai panggilan saja, tapi lebih berarti dari itu. Nama berarti
sebuah harapan baik.
Memberikan nama adalah kewajiban orang tua. Tujuh hari setelah bayi lahir,
keluarga Muslim mengadakan aqiqah, yaitu masa pencukuran rambut bayi dan
pemberian nama dilengkapi dengan penyembelihan kambing, 1 ekor untuk perempuan
dan 2 ekor untuk laki-laki. Sejak saat itulah bayi tersebut resmi mempunyai
nama dan berhak dipanggil dengan namanya.
Merupakan kewajiban orang tua juga memberikan nama baik bagi anak-anak mereka.
Nama baik adalah nama yang mengandung arti doa atau harapan baik untuk
kehidupan akhirat kelak. Nama seseorang itu bukan hanya panggilan di dunia
saja, tapi menurut keterangan dalam sebuah hadits, di akhirat nanti, manusia
akan dipanggil dengan nama mereka masing-masing.
Dari Abu Darda' Ra, ujarnya: ''Rasulullah SAW bersabda, 'Pada hari kiamat
sungguh kamu kelak akan dipanggil dengan nama-nama kamu, dan nama bapak-bapak
kamu. Karena itu, pakailah nama yang baik buat diri kamu'." (HR Abu Dawud)
Saat
bayi, seorang anak belum mampu meminta pada orang tua nama baik yang mengandung
doa dan enak untuk didengar. Bisa jadi, seorang anak menginginkan nama itu
tidak membuat dia malu untuk dipanggil dengannya pada masa mendatang. Oleh
karena itu, berhati-hatilah dalam membuat sebuah nama. Selain maknanya baik,
cara penulisannya pun harus benar. Karena bisa jadi, jika tulisannya tidak
tepat, maka artinya akan lain dari maksud semula.
Alangkah baiknya orang tua banyak bertanya pada orang lain yang dianggap lebih
mengerti. Tidak sedikit pasangan muda Muslim menggunakan nama Islami untuk
anaknya. Kita menganggap nama-nama Islami itu identik dengan bahasa Arab.
Padahal tidak semua bahasa Arab itu mengandung arti yang tepat dengan tujuan
doa yang kita harapkan. Kita harus tahu benar arti kata perkatanya.
Disebutkan bahwa nama yang paling baik dan dicintai di sisi Allah adalah nama
'Abdullah' dan 'Abdurrahman'. Tapi bukan berarti nama 'Muhammad' tidak baik
untuk digunakan. Ada beberapa ciri penting dari nama-nama baik.
Pertama, nama tersebut mengandung arti pujian, seperti 'Muhammad' (yang
terpuji). Kedua, mengandung arti doa dan harapan, seperti 'Shalih' (baik). Dan
ketiga, mengandung arti semangat, seperti 'Asadullah' (singa Allah).
Bagaimana seandainya orang tua terlanjur memberikan nama yang tidak sesuai
dengan tujuannya yaitu mengandung doa dan harapan? Tidak ada salahnya para
orang tua mengubahnya pada saat mereka tahu bahwa nama anaknya kurang atau
tidak baik. Hal itu juga pernah dilakukan Rasulullah SAW pada
sahabat-sahabatnya. Ada seorang sahabat yang bernama 'Ashram' (pemotong),
diubah namanya menjadi 'Zur'ah' (penanam)
Perubahan
nama lainnya terjadi pada sahabat 'Harb' (penyerbu) menjadi 'Salma'
(penenteram), 'Mushthaji' (senang tidur) menjadi 'Munba'its' (penggerak), dan
'Syi'bu Adh Dhalaalah' (golongan sesat) menjadi 'Syi'bu Al Huda' (golongan
terpimpin).
Ada sebuah kebiasaan di suatu daerah di Indonesia yang mengambil kata pertama
yang terlontar dari mulut orang tuanya saat bayi lahir menjadi nama bagi anak
mereka. Sungguh hal ini sangat mengkhawatirkan, apalagi kata-katanya dihasilkan
dari ucapan yang spontan.
Jika bahasa keseharian orang tuanya cenderung baik, insya Allah ucapan
spontanitas dari mereka pun akan mengandung unsur-unsur kebaikan. Bagaimana
jika tidak demikian?
Kewajiban orang tua memang tidak sedikit jika menyangkut anak-anaknya. Selain
melahirkannya, orang tua juga harus memberikan nama baik bagi anak-anaknya.
Nama bukan hanya sebagai identitas saja, tapi memiliki makna lebih dari sekadar
panggilan.
Tugas para orang tua tidak berhenti sampai di situ, mereka pun berkewajiban
membimbingnya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah.
Sungguh sangat ironis sekali, pada beberapa peristiwa kriminal disebutkan
beberapa oknum pelaku dengan nama-nama yang sungguh sangat baik. Memang sangat
memprihatinkan, pasti ada suatu kesalahan di dalamnya yang harus segera
diperbaiki.
Kesalahan orang tua bukanlah pada saat pemberian nama baik pada anaknya, tapi
kesalahannya mungkin saja terjadi setelah nama itu diberikan. Tidak cukup hanya
dengan nama baik saja seorang anak bisa menjadi anak yang shalih.
Seorang anak tidak otomatis menjadi apa yang diharapkan orang tua sesuai dengan
namanya.
Tapi,
ada upaya lanjutannya, karena pencapaian tujuan itu adalah sebuah proses
panjang yang harus dijalani dengan cara yang benar dan sesuai dengan tata nilai
serta dilakukan dengan sungguh-sungguh.n inas ( )